
Usia kandungan istri saya menginjak bulan ke4. Tahu sendirilah bagaimana kondisi perempuan kalau sedang hamil muda. Bawaannya malas melulu. Tapi untuk urusan pekerjaan dia sangat bersemangat. Dia memang pekerja yang ambisius. Berdedikasi, disiplin, dan penuh tanggung jawab.
Karena itu jadwal keluar kota tetap
dijalani. Kualitas hubungan seks kami makin buruk. Dia seakan benarbenar
tak ingin disentuh kecuali pada saat benarbenar sedang relaks. Saya
juga tak ingin memaksa. Karenanya saya makin sering beronani diamdiam di
kamar mandi.
Kadangkadang saya kasihan terhadap diri
sendiri. Katakata Mbak Maya sering terngiangngiang, terutama sesaat
setelah sperma memancar dari penis saya. Kacian adik iparku ini.. Tapi
saya tak punya pilihan lain. Saya tak suka jajan. Maaf, saya agak jijik
dengan perempuan lacur.
Tiap kali beronani, yang saya bayangkan
adalah wajah Mbak Maya atau si bungsu Rosi, bergantian. Rosi telah
tumbuh menjadi gadis yang benarbenar matang. Montok, lincah. Cantik
penuh gairah, dan terkesan genit.
Meskipun masih bersikap manja terhadap
saya, tetapi sudah tidak pernah lagi bergayutan di tubuh saya seperti
semasa saya ngapelin kakaknya. Saya sering mencuri pandang ke arah
payudaranya. Ukurannya sangat saya idealkan. Sekitar 34. Punya istri
saya sendiri hanya 32.
Seringkali, di balik baju seragam SMUnya
saya lihat gerakan indah payudara itu. Keinginan untuk melihat payudara
itu begitu kuatnya. Tapi bagaimana? Mengintip? Di mana? Kamar mandi
kami sangat rapat. Letak kamar saya dengannya berjauhan.
Dia menempati kamar di sebelah gudang.
Yang paling ujung kamar Mak Jah, pembantu kami. Setelah kamar Mayang,
kakak Rosi, baru kamar saya. Kamar kami seluruhnya terbuat dari tembok.
Sehingga tak mugkin buat ngintip. Tapi tunggu! Saya teringat gudang.
Ya, kalau tidak salah antara gudang
dengan kamar Rosi terdapat sebuah jendela. Dulunya gudang ini memang
berupa tanah kosong semacam taman. Karena mertua butuh gudang tambahan,
maka dibangunlah gudang. Jendela kamar Rosi yang menghadap ke gudang
tidak dihilangkan. Saya pernah mengamati, dari jendela itu bisa
mengintip isi kamar Rosi.
Sejak itulah niat saya kesampaian. Saya
sangat sering diamdiam ke gudang begitu Rosi selesai mandi. Memang ada
celah kecil tapi tak cukup untuk mengintip.
Karenanya diamdiam lubang itu saya
perbesar dengan obeng. Saya benarbenar takjub melihat sepasang payudara
montok dan indah milik Rosi. Meski sangat jarang, saya juga pernah
melihat kemaluan Rosi yang ditumbuhi bulubulu lembut.
Tiap kali mengintip, selalu saya
melakukan onani sehingga di dekat lubang intipan itu terlihat
bercakbercak sperma saya. Tentu hanya saya yang tahu kenapa dan apa
bercak itu. Keinginan untuk menikmati tubuh Rosi makin menggelayuti
benak saya.
Tetapi selalu tak saya temukan jalan.
Sampai akhirnya malam itu. Mertua saya meminta saya mendampingi Rosi
untuk menghadiri Ultah temannya di sebuah diskotik. Ibu khawatir terjadi
apaapa. Dengan perasaan luar biasa gembira saya antar Rosi.
Istri saya menyuruh saya membawa mobil.
Tapi saya menolak. Kamu kan harus detailing. Pakai saja. Masa orang
hamil mau naik motor? Padahal yang sebenarnya, saya ingin
merapatrapatkan tubuh dengan Rosi.
Kami berangkat sekitar pukul 19.00. Dia
membonceng. Kedua tangannya memeluk pinggang saya. Saya rasakan benda
kenyal di punggung saya. Jantung saya berdesirdesir. Sesekali dengan
nakal saya injak pedal rem dengan mendadak. Akibatnya terjadi sentakan
di punggung. Saya purapura tertawa ketika Rosi dengan manja memukuli
punggung saya.
Mas Andy genit, katanya.
Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya.
Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya.
Kalau mau gini, bilang aja terus terang, katanya.
Iya iya mau, sahut saya.
Tidak ada tanggapan. Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.
Iya iya mau, sahut saya.
Tidak ada tanggapan. Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.
Malam itu Rosi mengenakan rok span ketat dan atasan tank top, dibalut jaket kulit. Benarbenar seksi ipar saya ini.
Di diskotik telah menunggu temanteman
Rosi. Ada sekitar 15an orang. Saya membiarkan Rosi berabung dengan
temantemannya. Saya memilih duduk di sudut. Malu dong kalau nimbrung.
Sudah tua, ihh. Saya hanya mengawasi dari kejauhan, menikmati tubuhtubuh
indah para ABG.
Tapi pandangan saya selalu berakhir ke
tubuh Rosi. She is the most beautiful girl. Di antara saudara istri saya
Rosi memang yang paling cantik. Tercantik kedua ya Mbak Maya, baru
Yeni, istri saya. Mayang yang terjelek. Tubuhnya kurus kering sehingga
tidak menimbulkan nafsu.
Sesekali Rosi menengok ke arah tempat
duduk saya sambil melambai. Saya tersenyum mengangguk. Mereka turun ke
arena. Sekitar tiga lagu Rosi menghampiri saya.
Mas Andy udah pesan minum? tanyanya.
Mas Andy udah pesan minum? tanyanya.
Dagu saya menunjuk gelas berisi lemon
tea di depan saya. Saya tak berani minum minuman beralkohol, meski hanya
bir. Saya pun bukan pecandu.
Kamu kok ke sini, udah sana gabung tementemen kamu, kata saya.
Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut.
Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut.
Nggak enak liat Mas Andy mencangkung sendirian, kata Rosi duduk di sebelah saya.
Sudah nggak papa.
Bener? Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya.
Sudah nggak papa.
Bener? Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya.
Habis satu lagu, dia mendatangi saya. Menarik tangan saya. Saya memberontak.
Ayo. Nggak apaapa, sekalian saya kenalin ama tementemen. Mereka juga yang minta kok.
Ayo. Nggak apaapa, sekalian saya kenalin ama tementemen. Mereka juga yang minta kok.
Saya menyerah. Saya ikut saja
bergoyanggoyang. Asal goyang. Dunia diskotik sudah sangat lama tidak
saya kunjungi. Dulupun saya jarang sekali. Hampir tidak pernah. Saya ke
diskotik sekedar supaya tahu saja kayak apa suasananya.
Sesekali tangan Rosi memegang tangan
saya dan mengayunayunkannya. Musik benerbenr hingarbingar. Lampu
berkelapkelip, dan kakikaki menghentak di lantai disko. Sesekali Rosi
menuju meja untuk minum.
Menjelang pukul 22.00 sebagian teman Rosi pulang. Saya segera mengajak Rosi pulang juga.
Bentar dong Mas Andy, please, kata Rosi.
Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya.
Bentar dong Mas Andy, please, kata Rosi.
Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya.
Heh. Kamu minum apa? Gila kamu. Sudah ayo pulang. Segera saya gelandang dia.
Yee Mas Andy gitu deh. Dia merajuk tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya.
Yee Mas Andy gitu deh. Dia merajuk tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya.
Udah dulu ya bro, sis. Satpam ngajakin pulang neh.
Satpammu itu.
Satpammu itu.
Saya menjitak lembut kepala Rosi. Rosi
memang minum alkohol. Tak tahu apa yang diminumnya tadi. Dia pun
terlihat sempoyongan. Saya jadi cemas. Takut nanti kena marah mertua.
Disuruh jagain kok tidak bisa. Tapi ada senangnya juga sih. Rosi jadi
lebih sering memeluk lengan saya supaya tidak sempoyongn.
Kami menuju tempat parkir untuk
mengambil motor. Saya bantu Rosi mengenakan jaket yang kami tinggal di
motor. Saya bantu dia mengancing resluitingnya. Berdesir darah saya
ketika sedikit tersentuk bukit di dadanya.
Hayoo, nakal lagi, katanya.
Hus. Nggak sengaja juga.
Sengaja nggak papa kok Mas.
Hus. Nggak sengaja juga.
Sengaja nggak papa kok Mas.
Omongan Rosi makin ngaco. Dia tarik ke bawah resluitingnya.
Dan sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, Masih gerah. Ntar kalau dingin Rosi kancingin deh.
Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan diskotik SO.
Dan sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, Masih gerah. Ntar kalau dingin Rosi kancingin deh.
Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan diskotik SO.
Sungguh menyenangkan. Rosi yang setengah
mabuk ini seakan merebahkan badannya di punggung saya. Kedua tangannya
memeluk erat perut saya. Jangan tanya bagaimana birahi saya. Penis saya
menegang sejak tadi. Dagu Rosu disadarkan ke pundak saya.
Lembut nafasnya sesekali menyapu telinga
saya. Saya perlambat laju motor. Benarbenar saya ingin menikmati. Lalu
saya seperti merasa Rosi mencium pipi saya.
Saya ingin memastikan dengan menoleh.
Ternyata memang dia baru saja mencium pipi saya. Bahkan selanjutnya dia
mengecup pipi saya. Saya kira dia benarbenar mabuk.
Mas Andy, Rosi pengin pacaran dulu, katanya mengejutkan saya.
Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya. Penis saya makin kencang.
Mau enggak?
Kamu mabuk ya? Dia tak menjawab. Hanya pelukannya tambah erat.
Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya. Penis saya makin kencang.
Mau enggak?
Kamu mabuk ya? Dia tak menjawab. Hanya pelukannya tambah erat.
Mas..
Hmm
Mas masih suka coli?
Hus. Napa sih?
Hmm
Mas masih suka coli?
Hus. Napa sih?
Pengen tahu aja. Mbak Yeni nggak mau melayani ya?
Tahu apa kamu ini.
Saya sedikit berteriak. Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan.
Tahu apa kamu ini.
Saya sedikit berteriak. Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan.
Sorry. Gitu aja marah. Rosi kembali mencium pipi saya.
Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi saya, sedikit di bawah telinga.
Saya horny Ros.
Kapan? Sekarang? Ahh masak. Belum juga diapaapain
Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi saya, sedikit di bawah telinga.
Saya horny Ros.
Kapan? Sekarang? Ahh masak. Belum juga diapaapain
Saya raih tangannya dan saya taruh di
penis saya yang menyodok celana saya. Terperanjat dia. Tapi diam saja.
Tangannya merasakan sesuatu bergerakgerak di balik celana saya.
Pacaran ama Rosi mau nggak? kata Rosi. Aroma alkohol benarbenar menyengat.
Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang kemalaman.
Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.
Pacaran ama Rosi mau nggak? kata Rosi. Aroma alkohol benarbenar menyengat.
Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang kemalaman.
Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.
Sok tahu.
Bener. Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.
Tanpa menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran.
Bener. Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.
Tanpa menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran.
Kami mencari bangku kosong di taman.
Sudah agak sepi jadi agak mudah mencarinya. Biasanya cukup ramai
sehingga banyak yang berpacaran di rumputan. Begitu duduk. Langsung saja
Rosi merebahkan kepalanya di dada saya. Saya tak mengira anak ini akan
begini agresif. Atau karena pengaruh alkohol makin kuat? Entahlah. Kami
melepas jaket dan menaruhnya di dekat bangku.
Kamu kan belum punya pacar, kok sudah segini berani Ros? tanya saya.
Enak aja belum punya pacar. Dia protes.
Habis siapa pacar kamu? Saya genggam tangannya. Dia mengeluselus dada saya.
Enak aja belum punya pacar. Dia protes.
Habis siapa pacar kamu? Saya genggam tangannya. Dia mengeluselus dada saya.
Yaa ini. Dia membuka kancing kemeja saya. Saya makin yakin dia diracuni alkohol. Tapi apa peduli saya. Inilah saatnya.
Saya kecup keningnya. Matanya. Hidung,
pipi, lalu bibirnya. Dia tersentak, dan memberikan pipinya. Saya kembali
mencari bibirnya. Saya kecup lagi perlahan. Dia diam. Saya kulum. Dia
diam saja. Benarkah anak ini belum pernah berciuman bibir dengan cowok?
Kamu belum pernah melakukan ya? kata saya.
Kamu belum pernah melakukan ya? kata saya.
Dia tak menjawab. Saya cium lagi
bibirnya. Saya julurkan lidah saya. Tangannya meremas pinggang saya.
Saya hisap lidahnya, saya kulum. Tangan saya kini menjalar mencari
payudara. Dia menggelinjang tetapi membiarkan tangan saya menyusiup di
antara celah BHnya. Ketika saya menemukan bukit kenyal dan meremasnya,
dia mengerang panjang.
Kedua kakinya terjatuh dari bangku dan
menendangnendang rumputan. Saya buka kancing BHnya yang terletak di
bagian depan. Saya usapusap lembut, ke kiri, lalu ke kanan. Saya remas,
saya kilikili. Dia mengaduh. Tangannya terus meremasi pinggang dan paha
saya.
Mas Andy..
Hmm
Please.. Please.
Hmm
Please.. Please.
Saya mengangsurkan muka saya menciumi
bukitbukit itu. Dia makin tak terkendali. Lalu, srrt srrt..srrt. Sesuatu
keluar dari penis saya. Busyet. Masa saya ejakulasi? Tapi benar, mani
saya telah keluar. Anehnya saya masih bernafsu. Tidak seperti ketika
bersetubuh dengan Yeni. Begitu mani keluar, tubuh saya lemas, dan nafsu
hilang.
Saya juga masih merasakan penis saya
sanggup menerima rangsangan. Saya masih menciumi payudara itu, menghisap
puting, dan tangan saya mengelus paha, menyelinap di antara celap CD.
Membelai bulubulu lembut. Menyibak, dan merasakan daging basah.
Mulut Rosi terus mengaduhaduh. Saya
rasakan kemaluan saya digeggamnya. Diremas dengan kasar, sehingga terasa
sakit. Saya perlu menggeser tempat duduk karena sakitnya. Agaknya dia
tahu, dan melonggarkan cengkeramannya.
Lalu dia membuka resluiting celana saya, merogoh isinya. Meremas kuatkuat. Tapi dia berhenti sebentar.
Kok basah Mas? tanyanya. Saya diam saja.
Ehh, ini yang disebut mani ya?
Kok basah Mas? tanyanya. Saya diam saja.
Ehh, ini yang disebut mani ya?
Sejenak situasi kacau. Ini anak malah
ngajak diskusi sih. Dia cium penis saya tapi tidak sampai menempel.
Kayaknya dia mencoba membaui.
Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya?
Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya?
Heeh, jawab saya lalu kembali memainkan kelaminnya.
Asin juga ya?
Dia mengocok penis saya dengan tangannya.
Pelanpelan Ros. Enakan kamu ciumin deh, kata saya.
Asin juga ya?
Dia mengocok penis saya dengan tangannya.
Pelanpelan Ros. Enakan kamu ciumin deh, kata saya.
Tanpa perintah lanjutan Rosi mencium dan
mengulum penis saya. Uhh, kasarnya minta ampun, Tidak ada enaknya.
Jauhh dengan yang dilakukan Mbak Maya.
Berkalikai saya meminta dia untuk lebih
pelan. Bahkan sesekali dia menggigit penis saya sampai saya tersentak.
Akhirnya saya kembali ejakulasi. Bukan oleh mulutnya tapi karena kocokan
tangannya. Setelah itu sunyi. Saya lemas. Saya benahi pakaian saya.
Dia juga membenahi pakaiannya. Tampaknya
dia telah terbebas dari pengaruh alkohol. Wajahnya yang belepotan mani
dibersihkan dengan tissu.
Makasih pelajarannya ya Mas. Dia mengecup pipi saya.
Tapi kamu janji jaga rahasia kan? Saya ingin memastikan.
Makasih pelajarannya ya Mas. Dia mengecup pipi saya.
Tapi kamu janji jaga rahasia kan? Saya ingin memastikan.
Iyaah. Emang mau cerita ama siapa? Bunuh diri?
Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody else may knows.
Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody else may knows.
Dia mengangguk. Kami bersiapsiap pulang.
Sepanjang perjalanan dia memeluk erat tubuh saya. Menggelendot manja.
Dan pikiran waras saya mulai bekerja. Saya mulai dihinggapi kecemasan.
Ros..
Yaa
Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just for sex kan?
Tahu deh.
Yaa
Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just for sex kan?
Tahu deh.
Please Ros. Kita nggak boleh keterusan. Anggap saja tadi kita sedang mabuk. Saya menghentikan motor.
Iya deh.
Bener ya? Ingat, Mas Andy ini suami Mbak Yeni.
Iya deh.
Bener ya? Ingat, Mas Andy ini suami Mbak Yeni.
Dia mengangguk mengerti.
Makasih Ros. Saya kembali menjalankan motor.
Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang lagi, kata saya.
Makasih Ros. Saya kembali menjalankan motor.
Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang lagi, kata saya.
Saya benarbenar takut sekarang. Saya
sadari, Rosi masih kanakkanak. Masih labil. Dia amat manja. Bisa saja
dia lepas kendali dan tak mengerti apa arti hubungan seks sesaat. Lalu
saya dengar dia sesenggukan. Menangis. Untunglah dia menepati janji.
Segalanya berjalan seperti yang saya
harapkan. Saya tak berani lagi mengulangi, meskipun kesempatan selalu
terbuka dan dibuka oleh Rosi. Saya benarbenar takut akibatnya. Saya
tidak mau menhancurkan keluarga besar istri saya. Tak mau menghancurkan
rumah tangga saya.
Saya hanya menikmati Rosi di dalam
bayangan. Ketika sedang onani atau ketika sedang bersetubuh dengan Yeni.
Sesekali saja saya membayangkan Mbak Maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar